Monday 22 February 2010

Istri qonaah

---------- Forwarded message ----------
From: Facebook <notification+knwns5ka@facebookmail.com>
Date: Mon, 22 Feb 2010 18:01:43 -0800
Subject: "Facebook Penyejuk Qalbu" mengirimi Anda pesan di Facebook...
To: Nandang Misbah <abah.misbah@gmail.com>

Ahmad Yulianto mengirim pesan kepada anggota Facebook Penyejuk Qalbu.

--------------------
Judul: Qonaahnya Sang Istri

Melihat Faris tidur, Dwi bergegas memberesi semua baju-baju kotor yang
tertumpuk di pojok kamar mandi. Karena sedikit tergesa baju daster
yang dikenakannya terkait sebuah paku yang menyembul di antara pintu
kamar mandi. Syukur tidak robek, hanya jahitan pinggirnya yang
terlepas.
Kalau melihat dasternya yang mulai kelihatan buram warnanya, dengan
jahitan tangan disana-sini, terkadang ada rasa keluh dihatinya. Tadi
lagi-lagi sedikit tepinya robek,dan dijahit. Dua daster penggantinya
semuanya masih kotor, barusan satu kena muntah Faris, bayinya. Dan
yang satu lagi memang baru dipakai kemaren sore. Keduanya nasibnya
sama, memprihatinkan.
Dia meringis kecut, memang usia ketiganya sama dengan lama dia hijrah
ke Surabaya, saat awal akan kuliah dulu. Mama membawakan 3 daster
manis-manis, waktu itu.
Sekarang, dia masih tetap pakai, karena belum ada adik baru bagi baju
harian ini.
Gaji suaminya yang dosen baru tak cukup untuk dia sisihkan buat beli
baju. Selalu saja,kumpulan uang yang dia sisihkan untuk niat beli baju
tak kesampaian. Tiga bulan kemaren Faris kehabisan susu,sementara gaji
suaminya sebagiannya digunakan untuk bayar kontrakan rumah mungilnya
sekarang. Dan bulan ini mestinya uang yang dia kumpul cukup untuk
memenuhi keinginannya itu, tapi kemaren sore terpaksa dipakai buat
obat Faris yang sudah 3 hari ini tidak enak badan, panas dan muntah
terus.
Sambil terus mengais air di bak-bak cucian,pikirannya melayang ke masa
gadisnya dulu. Berasal dari keluarga berada ,tentu saja semua yang dia
inginkan terpenuhi. Baju seperti yang dia pakai sekarang ini mungkin
mama sudah pakai buat lap dapur, atau buat kain pel. Tapi sekarang
kehidupan awal rumah tangganya yang memang mulai dari nol,
mengharuskan dia benar-benar pandai mengatur uang gaji suaminya. Tapi
memang inilah konsekwensi dari pilihannya.
Dia ingat benar pesan ustadzahnya, jadi istri memang harus pandai
pandai mengatur uang belanja. Pandai memprioritaskan mana yang
dibutuhkan terlebih dulu. Butuh, bukan ingin. Kebutuhan memiliki
prioritas yang bertingkat-tungkat, jauh setelah itu barulah keinginan.
Itupun juga harus dipilah lagi keinginan yang bagaimana. Selalu qonaah
terhadap pemberian suami, berapapun itu besarnya. Anggap bahwa apa
yang ada di genggamanmu itu cukup, dan jangan pernah berpikir tidak
cukup. Terima dengan ikhlas, dan jangan banyak mengeluh. Selama kita
senantiasa mampu mensyukuri "pembagian" dari Allah itu, niscaya Allah
akan senantiasa menambah rezekiNya pada kita, dan pesan itu melekat
benar dalam hatinya.
Ketika datangnya pinangan Iman kepadanya, memang mama dan papa
terlihat ragu. Bagaimana tidak, Iman yang dikenalnya sebagai kakak
kelasnya yang aktifis masjid kampus memang baru saja bekerja sebagai
dosen, belum ada setahun, dan baru saja selesai pra jabatan. Dia
sendiri masih menyelesaikan tugas akhirnya sehingga jelas sudah
didepan kedua orang tuanya kehidupan bagaimana yang akan dilalui
olehnya bila bersuamikan Iman. Tapi hatinya tetap teguh, rezeki itu
datangnya dari Allah. Pernikahan itu akan banyak membukakan pintu
rezeki pada kita, bahkan dari tempat yang kita tidak terpikir
sebelumnya. Itu juga pesan sang ustadzah ketika dia mengutarakan
keberatan orang tuanya.
Dan memang benar, dengan tekad bulat menjalankan sunnah Rasullullah,
akhirnya kedua orang tuanya melepas kepergiannya. Menyerahkannya pada
Iman, laki-laki yang sekarang menjadi suaminya. Soal rezeki memang
turun naik. Tetapi sampai saat ini alhamdullillah dapurnya selalu
mengepul. Meski dosen baru, ajakan mengerjakan proyek sering datang,
sehingga mereka bisa kumpulkan uang itu untuk membayar kontrakkan
rumah dan terkadang SPPnya. Membayar biaya persalinan buah hati
pertama mereka dan sedikit simpanan, yang terkadang terpaksa terpakai
juga kalau ada kebutuhan mendesak yang lain.
Belum sempat memang dia membeli sepotong tambahan bajupun sejak
pernikahannya yang kali ini sudah menginjak bulan yang ke 16. Tak apa,
toh membeli baju sampai saat ini masih termasuk katagori keinginan
bagi dia, bukan kebutuhan. Dia pikir dengan mengumpulkan sedikit demi
sedikit sisa belanja mungkin suatu hari juga akan bisa juga
mendapatkan sepotong baju. Baju-baju yang dia punya dari zaman
gadisnya beberapa masih cukup pantas untuk dipakai. Hanya beberapa
yang nampak sudah kelihatan cukup tua. Dasternyalah yang karena paling
sering dipakai yang sering membuatnya tergoda mendapat yang baru lagi.
Apalagi kalau pas datang ke rumah beberapa teman yang sudah mapan, dan
melihat mereka mengenakan pakaian yang cukup lumayan, kadang godaan
mulai menggoyahkan.
Lamunannya melayang mendengar ketukkan keras pintu depan. Khawatir
tidur Faris terbangun dengan berjingkat-jingkat dia intip sosok di
depan pintu yang di kenal betul. Mbak Irah,penjual rongsokkan yang
sebulan sekali datang kerumahnya, siap membeli barang bekas apa saja.
Kadang kertas-kertas, kadang botol-botol bekas kecap, minyak, atau
sirup, atau botol-botol obat. Lumayan, meski tidak banyak, paling
tidak bisa buat tambahan belanja. Rasanya sudah lebih dari dua bulan
mbak Irah tidak mampir ke rumahnya.
"Masuk mbak," Dwi mempersilahkan Mbak Irah yang perutnya kelihatan
makin membuncit. Anak yang ketiga katanya, subhanallah. Dengan kondisi
perut 8 bulanan begitu masih juga dia mengangkat barang-barang
rongsokkan berjalan kaki dari Keputih sampai Kenjeran. Meski terkadang
kelihatan dia bersama dengan suaminya yang membawa sepeda pancal dan
gerobak kecilnya.
"Sebentar mbak yah, kok lama gak kelihatan.."kata Dwi sambil berjalan
masuk mengambil botol dan kertas yang dia kumpulkan. Lumayan banyak
karena lebih dari dua bulan.
"Iya mbak, saya libur di rumah dulu sementar."kata mbak Irah, matanya
nampak sendu.
"Sakit ya mbak," tanya Dwi sambil berjongkok,menata botol dan kertas-kertasnya.
Mereka hanya duduk pada selembar karpet sederhana. Belum ada Sofa di
rumahnya. "Nggak mbak, suami saya barusan meninggal, "jawab mbak Irah
datar. Dwi sedikit terkejut.
"Inna lillahi wa inna lillahi roojiun,"spontan ucapan Dwi.
"Dua hari setelah kami mampir kesini dua bulanan yang lalu, suami saya
tertabrak truk. Bawaanya terlalu berat waktu itu, jadi oleng pas ada
bemo melintas cepat di sampingnya. Sayangnya jatuhnya ke samping, di
jalan. Bersamaan dengan itu ada truk yang melintas dan menabraknya.
Cukup parah, sehingga hanya sehari di rumah sakit Gusti Allah
memanggilnya," cerita mbak Irah mengalir tanpa diminta.
Yang mendapat cerita hanya tertegun, matanya berkaca-kaca. "Masya
Allah,semoga Allah melapangkan kubur suami mbak Irah. Mbak Irah yang
sabar ya menerima ujian Allah ini,. Insha Allah semua ada hikmahnya."
Dwi menatap iba wanita di depannya.Ya Allah berat benar cobaan wanita
ini,sebulan lagi mau melahirkan anak ketiganya, ditinggal mati
suaminya pula. Masya Allah.
"Iya Mbak, insya Allah saya ikhlas kok, begitupun anak-anak. Mereka
tahu kalau ayahnya dipanggil Gusti Allah. Karena Gusti Allah sayang
sama ayah mereka,'katanya sambil tersenyum. Senyuman yang nampak tulus
dan ikhlas.
Wanita itu diam. Sebentar kemudian wajahnya menatap Dwi. Sedikit ragu
dia berucap: "Mbak, kalau Mbak memiliki pakaian yang sudah tak
terpakai, bolehkah buat saya. Atau mungkin dari teman Mbak yang
lain.Semua pakaian saya sudah seperti ini." Wanita malang itu
menunjukkan bajunya yang sudah banyak tembelan disana sini.
"Itu kalau ada loh Mbak,'katanya lagi.
Mata Dwi menggenang,lamunannya barusan sekilas teringat lagi. Wanita
itu lebih butuh dari aku, hatinya berkata.
"Insya Allah Mbak, saya coba carikan nanti. Seminggu lagi datang ya.
Saya coba tanyakan teman-teman juga," janji Dwi.
"Ini delapan ratus perak Mbak,,'kata Irah menyerahkan uang hitungan
botol-botol dan kertas dari Dwi.
"Ambil saja Mbak, kali ini buat anak-anak sampeyan saja."
Dwi menolak uang yang disodorkan Mbak Irah.
"Tidak mbak, ini kan uang penjualan barang-barang ini. Saya tak mau.
Ini hak Mbak Dwi,"tolak Irah pula dan meletakkan uang receh delapan
ratus itu ke box buku di depannya.
"Iya deh , alhamdullillah terima kasih,"jawab Dwi akhirnya, dan
memungut uang itu.
"Saya terima, tapi tolong simpankan uang ini buat anak-anak sampeyan
ya. Mungkin butuh buat beli susu mereka." Dwi menggenggamkan recehan
uang itu ke tangan Irah. Mata wanita malang itu berkaca-kaca. "Terima
kasih banyak Mbak. Semoga Gusti Allah membalas kebaikkan mbak,"kata
Irah sambil berdiri dan memohon diri. "Amin."
Ditutupnya pintu kembali, dan menjawab salam Irah yang berlalu menjauh.
Terdengar suara tangis Faris yang terbangun.
Diangkatnya bayinya dan berbisik di telinga si kecil,
"Kita masih lebih beruntung nak daripada keluarga mbak Irah. Ummi
harus lebih banyak qonaah dan belajar dari mereka-mereka itu," Ujarnya
lirih sambil mendekap buah hatinya.
*) Kenangan pertengahan 1997, seperti diceritakan "Mbak Dwi" kepada
saya,tentang mbak Irah.
--------------------

Untuk membalas pesan ini, ikuti tautan di bawah ini:
http://www.facebook.com/n/?inbox%2Freadmessage.php&t=1281087079020&mid=1ed3435G4d5dcdfaG199d2c2G0

___
Temukan seseorang dari buku alamat Gmail di FaceBook! Pergi ke :
http://www.facebook.com/find-friends/?ref=email

Pesan ini ditujukan untuk abah.misbah@gmail.com. Ingin mengatur email
apa saja yang Anda terima dari Facebook? Kunjungi:
http://www.facebook.com/editaccount.php?notifications=1&md=bXNnO2Zyb209MTI2NTM5MTgwNjt0PTEyODEwODcwNzkwMjA7dG89MTI5Nzk5MzIxMA==
Kantor Facebook beralamat di 1601 S. California Ave., Palo Alto, CA 94304.


--
MisbaH مصباح
http://www.facebook.com/abah.misbah?ref=profile#/group.php?gid=187256475997&ref=mf,
Http://nandang-MisbaH.blogspot.com,
http://sv-se.facebook.com/people/Nandang_Misbah/1297993210,
http://www.teladan.org/misbah/weblog,
http://profiles.friendster.com/56013272,
وَٱللَّهُ يَدعُواْ إِلَى دَارِ ٱلسَّلَـمِ وَيَہدِى مَن يَشَاءُ إِلَى
صِرَطٍ مُّستَقِيم‎ ‎ ‎‏

No comments:

Post a Comment