Tuesday 28 December 2010

PERNIAGAAN YG TIDAK DIAZAB

Semua manusia
sepakat, meskipun
secara tidak tertulis,
bahwa target mereka
dalam setiap usaha
yang mereka lakukan adalah meraih
kesuksesan, mendapat
untung dan terhindar
dari kerugiaan. Ironisnya, kebanyakan
manusia hanya
menerapkan hal ini
dalam usaha dan
urusan yang bersifat
duniawi belaka, sedangkan untuk
urusan akhirat mereka
hanya merasa cukup
dengan 'hasil' yang pas-pasan dan
seadanya. Ini
merupakan refleksi dari
kuatnya dominasi hawa
nafsu dan kecintaan
terhadapa dunia dalam diri mereka. Allah Subhanahu wa
Ta'ala mengisyaratkan keadaan mayoritas
manusia ini dalam
firman-Nya, Yang Artinya "Mereka hanya mengetahui yang lahir
(nampak) dari
kehidupan dunia;
sedang mereka tentang
(kehidupan) akhirat
adalah lalai." (QS. ar- Ruum: 7). Imam Ibnu Katsir
berkata, "Arti (ayat ini): mayoritas manusia
tidak memiliki ilmu
pengetahuan kecuali
dalam (perkara-perkara
yang berkaitan dengan)
dunia, keuntungan- keuntungannya,
urusan-urusan dan
semua hal yang
berhubungan
dengannya. Mereka
sangat mahir dan pandai dalam usaha
meraih (keberhasilan)
dan cara-cara
mengusahakan
keuntungan duniawi,
sedangkan untuk kemanfaatan
(keberuntungan) di
negeri akhirat mereka
lalai (dan tidak paham
sama sekali), seolah-
seolah mereka seperti orang bodoh yang tidak
punya akal dan pikiran
(sama sekali)." (Kitab Tafsir Ibnu Katsir,
3/560). Perniagaan Akhirat Allah Subhanahu wa
Ta'ala menamakan amalan-amalan shalih,
lahir dan batin, yang
disyariatkan-Nya untuk
mencapai keridhaan-
Nya dan meraih
balasan kebaikan yang kekal di akhirat nanti
sebagai
"tijaarah" (perniagaan) dalam banyak ayat al-
Qur'an. Ini menunjukkan bahwa
orang yang
menyibukkan diri
dengan hal tersebut
berarti dia telah
melakukan 'perniagaan' bersama Allah Ta 'ala, sebagaimana orang
yang mengambil
bagian terbesar dari
perniagaan tersebut
maka dialah yang
paling berpeluang mendapatkan
keuntungan yang
besar. Allah 'Azza wa Jalla berfirman, Yang Artinya "Hai orang-orang yang beriman, sukakah
kamu Aku tunjukkan
suatu perniagaan yang
dapat menyelamatkan
kamu dari azab yang
pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya dan
berjihad di jalan-Nya
dengan harta dan
jiwamu, itulah yang
lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya.
Niscaya Allah akan
mengampuni dosa-
dosamu dan
memasukkan kamu ke
dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, dan
(memasukkan kamu)
ke tempat tinggal yang
baik di surga 'Adn. Itulah keberuntungan
yang besar. " (QS. ash- Shaff: 10-12). Imam asy-Syaukani
berkata, "Allah menjadikan amalan-
amalan (shalih)
tersebut kedudukannya
seperti 'perniagaan', karena orang-orang
yang melakukannya
akan meraih
keuntungan (besar)
sebagaimana mereka
meraih keuntungan dalam perniagaan
(duniawi), keuntungan
(besar) itu adalah
masuknya mereka ke
dalam surga dan
selamat dari (siksa) neraka." (Kitab Fathul Qadiir, 5/311). Inilah 'perniagaan' yang paling agung, karena
menghasilkan
keuntungan yang
paling besar dan kekal
abadi selamanya, inilah
'perniagaan' yang dengannya akan diraih
semua harapan
kebaikan dan terhindar
dari semua keburukan
yang ditakutkan, inilah
perniagaan yang jelas lebih mulia dan lebih
besar keuntungannya
daripada perdagangan
duniawi yang dikejar
oleh mayoritas
manusia. (Lihat kitab Tafsir Ibnu Katsir,
4/463). Oleh karena itu, Allah
Ta'ala menyifati 'perniagaan' mulia ini sebagai perniagaan
yang pasti beruntung
dan tidak akan merugi.
Allah 'Azza wa Jalla berfirman, Yang Artinya
"Sesungguhnya, orang- orang yang selalu
membaca kitab Allah
(al-Qur'an), mendirikan shalat dan
menafkahkan
sebahagian dari rezeki
yang Kami
anugerahkan kepada
mereka, dengan diam- diam maupun terang-
terangan, mereka itu
mengharapkan
perniagaan yang tidak
akan merugi. Agar
Allah menyempurnakan
kepada mereka pahala
mereka dan menambah
kepada mereka dari
karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha
Mensyukuri. " (QS. Faathir: 30). Syaikh 'Abdur Rahman as-Sa'di berkata, "(Inilah) perniagaan yang tidak akan merugi
dan binasa, bahkan
(inilah) perniagaan
yang paling agung,
paling tinggi dan paling
utama, (yaitu) perniagaan (untuk
mencari) ridha Allah,
meraih balasan pahala-
Nya yang besar, serta
keselamatan dari
kemurkaan dan sisaan- Nya. Ini mereka (raih)
dengan mengikhlaskan
(niat mereka) dalam
mengerjakan amal-
amal (shalih) serta tidak
mengharapkan tujuan- tujuan yang buruk dan
rusak
sedikitpun." (Kitab Taisiirul Kariimir
Rahmaan, hal. 689). Barang Dagangan/
Perniagaan Allah
Subhanahu wa Ta 'ala Adalah Surga Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya
barang dagangan Allah
sangat mahal, dan
ketahuilah bahwa
barang dagangan Allah
adalah surga." (HR. at- Tirmidzi (no. 2450) dan
al-Hakim (4/343),
dinyatakan shahih oleh
Imam al-Hakim dan
disepakati oleh Imam
adz-Dzahabi, serta dinyatakan hasan oleh
Syaikh al-Albani dalam
Ash-Shahiihah, no. 954
dan 2335). Barang dagangan Allah
Subhanahu wa Ta 'ala yang mahal dan mulia
ini harganya adalah
amalan shalih dan
berkorban di jalan-Nya,
sebagaimana yang
Allah Subhanahu wa Ta'ala isyaratkan dalam firman-Nya, Yang Artinya : "Dan amalan-amalan yang kekal lagi saleh
adalah lebih baik
pahalanya di sisi Rabb-
mu serta lebih baik
untuk menjadi
harapan." (QS. al- Kahfi: 46). Juga dalam firman-
Nya, Yang artinya : "Sesungguhnya, Allah telah membeli dari
orang-orang mu'min, diri dan harta mereka
dengan memberikan
surga (sebagai
balasan) untuk mereka.
Mereka berperang
pada jalan Allah, lalu mereka membunuh
atau terbunuh. (Itu telah
menjadi) janji yang
benar dari Allah di
dalam Taurat, Injil dan
al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih
menepati janjinya
(selain) daripada Allah?
Maka bergembiralah
dengan jual beli yang
telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan
yang besar. " (QS. at- Taubah: 111) (Lihat
kitab Tauhfatul
Ahwadzi, 7/124 dan
Fathul Qadiir, 6/123). Imam Ibnu Katsir
berkata, "Allah Subhanahu wa Ta 'ala mengabarkan (dalam
ayat ini), bahwa Dia
telah mengganti
(membeli) dari hamba-
hamba-Nya yang
beriman jiwa dan harta mereka yang mereka
curahkan di jalan-Nya
dengan Surga (sebagai
harganya). Ini
merupakan (bagian)
dari karunia, kebaikan dan kedermawanan-
Nya, karena Dia
menerima (untuk
memberikan) ganti
(harga) dari apa yang
merupakan milik-Nya, dengan (ganti yang
berupa) anugerah yang
dilimpahkan-Nya
kepada hamba-hamba-
Nya yang (selalu) taat
kepada-Nya. Oleh karena itu, (Imam)
Hasan al-Bashri dan
Qatadah berkata
(tetntang ayat ini),
'Demi Allah, Dia telah berjual-beli dengan
mereka, lalu Dia
menjadikan sangat
mahal harga (yang
mereka terima, yaitu
surga).'" (Kitab Tafsir Ibnu Katsir, 2/515). Barang Dagangan
yang Mahal Hanya
untuk Pedagang dan
Pembeli Kelas Tinggi Barang dagangan Allah
Subhanahu wa Ta 'ala yang sangat mulia dan
mahal ini, yaitu Surga,
hanya pantas
'diperdagangkan' dan 'dibeli' oleh para pedagang dan pembeli
'kelas tinggi', yaitu mereka yang siap
mencurahkan segenap
kesungguhan dan
perjuangan mereka,
dengan jiwa, raga dan
harta, untuk meraih kesempurnaan iman
dan keridhaan Allah
Subhanahu wa Ta 'ala. Merekalah orang-orang
'kelas tinggi' dalam arti yang sebenarnya,
karena mereka siap
berjuang dan
mengorbankan segala
yang mereka miliki
untuk memenuhi 'selera mereka yang tinggi ', yaitu selera untuk
mendapatkan balasan
yang tinggi, yaitu
Surga. Bukankah Allah
Subhanahu wa Ta 'ala menyifati Surga dalam
al-Qur'an dengan firman-Nya, "Di dalam Surga yang sangat tinggi." (QS. al- Ghaasyiah: 10). Demikian juga Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam menyifati Surga
Firdaus dalam sabda
beliau, "Jika kalian memohon (Surga)
kepada Allah, maka
mintalah (Surga
Firdaus), itulah Surga
yang paling di tengah
dan paling tinggi, dan atapnya adalah Arsy
(Allah Subhanahu wa
Ta'ala) Yang Maha Pemurah." (Hadits shahih riwayat al-
Bukhari, no. 2637 dan
6987). Bukankah dengan ini
mereka pantas disebut
sebagai orang-orang
yang memiliki 'selera tinggi'? Sebagaimana orang-
orang yang menjadikan
dunia sebagai target
utama dalam hidup
mereka, pantas disebut
sebagai orang-orang yang memiliki 'selera rendah' sesuai dengan kerendahan dan
kehinaan dunia itu
sendiri. Imam 'Abdur Rauf al- Munawi berkata, "Dunia itu dinamakan
'dunia' (secara bahasa berarti yang rendah/
dekat), karena
kedekatannya (cepat
berakhirnya) dan
kerendahannya
(kehinaannya). " (Kitab Faidhul Qadiir, 3/544). Oleh karena itu, Allah
Subhanahu wa Ta 'ala menyebutkan sifat
utama yang ada pada
penghuni Neraka yaitu
selalu memprioritaskan
kehidupan dunia yang
rendah. Allah Subhanahu wa Ta 'ala berfirman, Yang artinya: "Adapun orang-orang yang
melampaui batas, dan
lebih mengutamakan
kehidupan dunia, maka
sesungguhnya
nerakalah tempat tinggal(nya). Adapun
orang-orang yang takut
kepada kebesaran
Rabb-nya dan
menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya, maka
sesungguhnya
surgalah tempat tinggal
(nya). " (QS. An- Naazi'aat: 37-41). Dan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam berlindung
kepada Allah
Subhanahu wa Ta 'ala dari 'selera yang rendah' ini, sebagaimana dalam
doa beliau shallallahu
'alaihi wa sallam, Yang artinya: "(Ya Allah) janganlah Engkau jadikan dunia
(harta dan kedudukan
[lihat kitab Tuhfatul
Ahwadzi, 9/334])
sebagai target utama
kami dan puncak dari pengetahuan
kami." (HR. at-Tirmidzi (no. 3502), dinyatakan
hasan oleh Imam at-
Tirmidzi dan Syaikh al-
Albani). Imam Ibnul Qayyim
berkata, "Barangsiapa yang bercita-cita untuk
(meraih) perkara-
perkara yang tinggi,
maka wajib baginya
untuk menekan kuat
kecintaan kepada perkara-perkara yang
rendah (dunia)." (Kitab Miftaahu Daaris
Sa'aadah, 1/108). Sikap inilah yang
ditunjukkan oleh
shahabat yang mulia,
Shuhaib bin Sinan
radhiallahu 'anhu, ketika beliau berhijrah
dari Mekkah ke
Madinah, yang untuk
itu beliau harus
menyerahkan harta
dan emas berlimpah yang beliau miliki
kepada orang-orang
kafir Quraisy, agar
mereka tidak
menghalangi hijrah
beliau ke Madinah. Sehingga ketika beliau
telah sampai kepada
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam yang telah mengetahui
kejadian tersebut
berdasarkan berita dari
Malaikat Jibril 'alaihis salam, waktu itu
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam menyampaikan kabar
gembira kepadanya
dengan bersabda,
"Wahai Abu Yahya, (sungguh) telah
beruntung
perniagaanmu", beliau shallallahu 'alaihi wa sallam
mengucapkannya
sebanyak tiga
kali." (HR.al-Hakim (8/31) dan ath-Thabrani
dalam Al-Mu 'jamul Kabir, no. 7296,
dinyatakan shahih oleh
Imam al-Hakim dan
disepakati oleh Imam
adz-Dzahabi). Kemuliaan dan
Keutamaan dari Allah
Subhanahu wa Ta 'ala Sesuai dengan
Kesungguhan Manusia Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman Yang Artinya: "Dan orang-orang yang
berjuang dengan
sungguh-sungguh
untuk (mencari
keridhaan) Kami,
benar-benar akan Kami berikan hidayah
kepada mereka (dalam
menempuh) jalan-jalan
Kami. Dan
sesungguhnya Allah
benar-benar beserta orang-orang yang
berbuat baik." (QS. al- 'Ankabuut: 69). Imam Ibnu Qayyim
ketika mengomentari
ayat di atas, beliau
berkata, "(Dalam ayat ini), Allah Subhanahu
wa Ta'ala menggandengkan
hidayah (dari-Nya)
dengan perjuangan dan
kesungguhan
(manusia), maka orang
yang paling sempurna (mendapatkan) hidayah
(dari Allah Ta 'ala) adalah orang yang
paling besar
perjuangan dan
kesungguhannya. " (Kitab Al-Fawa-id, hal. 59). Tidak terkecuali dalam
hal ini, untuk meraih
keuntungan besar
dalam perdagangan
akhirat tentu sangat
dibutuhkan perjuangan dan kesungguhan.
Kesungguhan dalam
memahami petunjuk
Allah Subhanahu wa
Ta'ala dan mengamalkannya
untuk mencapai ridha-
Nya. Inilah jalan untuk
mencapai keuntungan
yang tinggi dan mulia
dalam perdagangan akhirat, yaitu surga
yang penuh dengan
berbagai macam
kenikmatan besar yang
"belum pernah dilihat oleh mata, belum
pernah didengar oleh
telinga dan belum
pernah terlintas dalam
benak
manusia." (Sebagaimana dalam hadits qudsi
riwayat Imam al-
Bukhari, no. 4501 dan
Muslim, no. 2824). Seorang penyair
mengungkapkan hal ini
dalam bait syairnya, Maka katakanlah
kepada mereka yang
mengharapkan
perkara-perkara
(balasan) yang tinggi
Tanpa kesungguhan/ perjuangan (berarti)
kamu mengharapkan
sesuatu yang mustahil
(kamu dapatkan) Inilah makna yang
diisyaratkan oleh
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dalam sabda beliau shallallahu
'alaihi wa sallam, "Orang yang berjihad/ berjuang dengan
sungguh-sungguh
(yang sebenarnya) – dalam riwayat lain:
jihad/ perjuangan yang
paling utama– adalah orang yang berjuang
dengan sungguh-
sungguh untuk
menundukkan hawa
nafsunya di jalan Allah
Subhanahu wa Ta 'ala – dalam riwayat lain:
dalam ketaatan kepada
Allah –." (HR. at- Tirmidzi (no. 1621),
Ahmad (6/21,22), Ibnu
Hibban (no. 4862),
dinyatakan shahih oleh
Imam At-Tirmidzi, Ibnu
Hibban dan Syaikh al- Albani). Nasihat dan Penutup Inilah perniagaan
akhirat dan perniagaan
dunia, dan inilah
perbandingan antara
keduanya, manakah
yang akan anda pilih? Allah Ta 'ala berfirman, yang artinya "Dan (demi) jiwa serta penyempurnaannya
(ciptaannya), maka
Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan
ketakwaan, Sesungguhnya
beruntunglah orang
yang mensucikan jiwa
itu (dengan
ketakwaan), dan
sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya (dengan
kefasikan). " (QS. asy- Syams: 7-10). Kehidupan dunia yang
kita jalani, hakekatnya
adalah pertaruhan diri
kita untuk
membawanya kepada
jalan kebaikan atau kebinasaan. Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, "Setiap manusia menjalankan
(kehidupannya) dan
menjual
(mempertaruhkan)
dirinya, maka (ada
orang) yang membebaskan
(menyelamatkan)
dirinya dan (ada pula)
yang
membinasakannya. " (Hadits shahih riwayat Muslim,
no. 223). Imam an-Nawawi
berkata, "Makna hadits ini adalah setiap
manusia
mengusahakan
(mempertaruhkan)
dirinya, di antara
mereka ada yang menjualnya untuk Allah
Subhanahu wa Ta 'ala dengan (menetapi)
ketaatan kepada-Nya,
maka dialah yang
membebaskan
(menyelamatkan)
dirinya dari siksa (neraka yang sangat
pedih), dan di antara
mereka ada yang
menjualnya untuk
syaitan dan hawa
nafsunya dengan menuruti (ajakan)
keduanya, maka dialah
yang membinasakan
dirinya. " (Kitab Syarhu Shahiihi Muslim, 3/102). Semoga Allah
Subhanahu wa Ta 'ala menjadikan tulisan ini
bermanfaat untuk
memotivasi kita agar
semangat dan
bersungguh-sungguh
mengejar keuntungan mulia dalam
perdagangan akhirat
yang tidak akan
merugi. Dan semoga Dia
senantiasa
memudahkan taufik-
Nya bagi kita untuk
meraih keridhaan-Nya
dan semua kedudukan yang mulia dalam
agama-Nya,
sesungguhnya Dia
Maha Dekat, Maha
Mendengar lagi Maha
Mengabulkan doa. ىلصو هللا ملسو كرابو ىلع انيبن دمحم هلآو هبحصو نيعمجأ ، رخآو اناوعد نأ دمحلا هلل بر نيملاعلا

No comments:

Post a Comment