Saturday 25 December 2010

menyerupai, mengikuti atw tasamuh

Bolehkah Ikut Serta Menyambut Dan Bergembira Dengan Hari Raya Orang-Orang Kafir
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan
Sesungguhnya di antara konsekwensi terpenting dari sikap membenci
orang-orang kafir ialah menjauhi syi'ar dan ibadah mereka. Sedangkan
syi'ar mereka yang paling besar adalah hari raya mereka, baik yang
berkaitan dengan tempat maupun waktu. Maka orang Islam berkewajiban
menjauhi dan meninggalkannya. Ada seorang lelaki yang datang kepada
baginada Rasul صلی الله عليه وسلم untuk meminta fatwa karena ia telah
bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi
صلی الله عليه وسلم menanyakan kepadanya. "Artinya : Apakah disana
ada berhala, dari berhala-berhala orang Jahiliyah yang disembah ?"
Dia menjawab, "Tidak". Beliau bertanya, "Apakah di sana tempat
dilaksanakannya hari raya dari hari raya mereka ?" Dia menjawab,
"Tidak". Maka Nabi bersabda, "Tepatillah nadzarmu, karena sesungguhnya
tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat terhadap Allah dalam hal
yang tidak dimiliki oleh anak Adam" [1] Hadits diatas menunjukkan,
tidak bolehnya menyembelih untuk Allah di bertepatan dengan tempat
yang digunakan menyembelih untuk selain Allah ; atau di tempat
orang-orang kafir merayakan pesta atau hari raya. Sebab hal itu
berarti mengikuti mereka dan menolong mereka di dalam mengagungkan
syi'ar-syi'ar mereka, dan juga karena menyerupai mereka atau menjadi
wasilah yang mengantarkan kepada syirik. Begitu pula ikut merayakan
hari raya (hari besar) mereka mengandung wala' (loyalitas) kepada
mereka dan mendukung mereka dalam menghidupkan syi'ar-syi'ar mereka.
Di antara yang dilarang adalah menampakkan rasa gembira pada hari raya
mereka, meliburkan pekerjaan (sekolah), memasak makanan-makanan
sehubungan dengan hari raya mereka. Dan diantaranya lagi ialah
mempergunakan kalender Masehi, karena hal itu menghidupkan kenangan
terhadap hari raya Natal bagi mereka. Karena itu para shahabat
menggunakan kalender Hijriyah sebagai gantinya. Syaikhul Islam Ibnu
Timiyah berkata, "Ikut merayakan hari-hari besar mereka tidak
diperbolehkan karena dua alasan".: Pertama. Bersifat umum, seperti
yang telah dikemukakan di atas bahwa hal tersebut berarti mengikuti
ahli Kitab, yang tidak ada dalam ajaran kita dan tidak ada dalam
kebiaasaan Salaf. Mengikutinya berarti mengandung kerusakan dan
meninggalkannya terdapat maslahat menyelisihi mereka. Bahkan
seandainya kesamaan yang kita lakukan merupakan sesuatu ketetapan
semata, bukan karena mengambilnya dari mereka, tentu yang
disyari'atkan adalah menyelisihiya karena dengan menyelisihinya
terdapat maslahat seperti yang telah diisyaratkan di atas. Maka
barangsiapa mengikuti mereka, dia telah kehilangan maslahat ini sekali
pun tidak melakukan mafsadah (kerusakan) apapun, terlebih lagi kalau
dia melakukannya. Alasan Kedua. Karena hal itu adalah bid'ah yang
diada adakan. Alasan ini jelas menunjukkan bahwa sangat dibenci
hukumnya menyerupai mereka dalam hal itu". Beliau juga mengatakan,
"Tidak halal bagi kaum muslimin bertasyabuh (menyerupai) mereka dalam
hal-hal yang khusus bagi hari raya mereka ; seperti, makanan, pakaian,
mandi, menyalakan lilin, meliburkan kebiasaan seperti bekerja dan
beribadah ataupun yang lainnya. Tidak halal mengadakan kenduri atau
memberi hadiah atau menjual barang-barang yang diperlukan untuk hari
raya tersebut. Tidak halal mengizinkan anak-anak ataupun yang lainnya
melakukan permainan pada hari itu, juga tidak boleh menampakkan
perhiasan. Ringkasnya, tidak boleh melakukan sesuatu yang menjadi
ciri khas dari syi'ar mereka pada hari itu. Hari raya mereka bagi
umat Islam haruslah seperti hari-hari biasanya, tidak ada hal istimewa
atau khusus yang dilakukan umat Islam. Adapun jika dilakukan hal-hal
tersebut oleh umat Islam dengan sengaja [2] maka berbagai golongan
dari kaum salaf dan khalaf menganggapnya makruh. Sedangkan
pengkhususan seperti yang tersebut di atas maka tidak ada perbedaan di
antara ulama, bahkan sebagian ulama menganggap kafir orang yang
melakukan hal tersebut, karena dia telah mengagungkan syi'ar-syi'ar
kekufuran. Segolongan ulama mengatakan. "Siapa yang menyembelih
kambing pada hari raya mereka (demi merayakannya), maka seolah-olah
dia menyembelih babi". Abdullah bin Amr bin Ash berkata, "Siapa yang
mengikuti negera-negara 'ajam (non Islam)dan melakukan perayaan Nairuz
[3] dan Mihrajan [4] serta menyerupai mereka sampai ia meninggal dunia
dan dia belum bertobat, maka dia akan dikumpulkan bersama mereka pada
Hari Kiamat [5] [Disalin dari kitab At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal
Al-Aliy, Edisi Indonesia, Kitab Tauhid 1, Penulis Dr Shalih bin Fauzan
bin Abdullah Al-Fauzan, Penerbit Darul Haq] ________ Foot Note [1].
Hadits Riwayat Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan syarat
Al-Bukhari dan Muslim] [2]. Mungkin yang dimaksud (yang benar) adalah
'tanpa sengaja'. [3]. Nairuz atau Nauruz (bahasa Persia) hari baru,
pesta tahun baru Iran yang bertepatan dengan tanggal 21 Maret -pent.
[4]. Mihrajan, gabungan dari kata mihr (matahari) dan jan (kehidupan
atau ruh), yaitu perayaan pada pertengahan musim gugur, di mana udara
tidak panas dan tidak dingin. Atau juga merupakan istilah bagi pesta
yang diadakan untuk hari bahagia -pent. [5]. Majmu' Fatawa 25/329-330

No comments:

Post a Comment